cerita membuka paha di atas meja kerja

Panggillah Tony, nama seorang laki laki yang berkerja di sebuah perusahaan yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Tony berusia sekitar 25 tahun, bertubuh tinggi tegap, layaknya tripikal perwira.
Tony berkerja di perusahaan asing dengan jabatan sebagai supervisor finance yang bergerak di bidang pembiayaan otomotive yang cukup besar di Jakarta.
Suatu hari Tonny mendapatkan kerja lembur hingga jam 01.00 dini hari. Namun ternyata Tonny tak sendiri, melainkan berdua dengan Lisa salah satu karyawati yang sama department dengan Tony. Lisa sosok wanita karier yang sangat mengutamakan karier dibandingkan kesenangan. Kaki yang jenjang putih yang menyanggah sepasang pantat yang padat berisi. Tak heran bila dalam berjalan Lisa mampu memabukkan pria seisi department tempatnya berkerja…
Rambut panjang dengan warna kuning bata tergerai sepunggung. Malam itu Lisa mengenahkan rok sepan krem ketat hingga menciplak bentuk CD yang ia kenakan dan kemeja putih tipis yang terkesan memamerkan sepasang buah dada yang berukuran 36B dengan hanya tertutup oleh BH hitam berenda. Lisa terbilang wanita yang cantik dengan strukur tubuh 165 cm putih, bibir sensual merah merekah. Tidak sedikit laki laki memburu cintanya, namun entah mengapa hingga saat ini Lisa masih saja menutup hatinya dengan alasan bahwa ia ingin mengejar kariernya terlebih dahulu.
Sekitar jam 20 hujan semakin deras turun di luar. “Permisi Pak, saya minta izin pulang dulu yah. Karena Istri saya sakit.” Ujar salah satu satpam yang kebetulan jaga malam saat itu.
“Oh… yah sudah. Kamu pulang saja nanti saya sampaikan, naik motornya pelan pela saja yah pak, jangan buru buru.” Kata Tony sambil mengingatkan satpam tersebut sebelum meninggalkan ruangan finance di lantai 3.
Lisa yang duduk didepan mejanya tak mengubris pembicaraan mereka, melainkan hanya terfokus kepada pekerjaan yang menumpuk dihadapannya.
Malam semakin larut, suasana ruanganpun semakin mencekam karena dinginnya suhu didalam ruangan itu.
Entah berawal darimana, Tony seakan akan tersengat sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan matanya untuk menatap pemandangan itu. posisi meja kerja Tony dan Lisa hanya bersebelahan dan sudah tentu Tony dapat melihat sosok wanita yang duduk di meja sebelahnya. Sengaja atau tidak, dua kancing kemeja Lisa terbuka dan memampangkan buah dadanya yang putih dengan hiasan Bra hitam renda. Mungkin karena hawa yang dingin membuat Lisa seakan akan memancing birahi Tony di tambah rok Lisa yang terangkat cukup tinggi hingga memamerkan kulit pahanya yang putih bagaikan porselin tak tergores.
Laki laki mana yang akan membiarkan pemandangan seindah ini dibiarkan saja, bigitupun dengan Tony. Meskipun ia menahan untuk menolak melihat, namun ia hanyalah laki laki yang sama dengan lainnya, memiliki hasrat, nafsu dan keinginan.
“Ton… tolongin aku dong. Aku mau ke kamar kecil, cuman aku takut jam segini ke kamar kecil sendiri.”
“Kamu mau gak temenin aku sebentar, mau yah…” ujar Lisa dengan muka yang sedikit mengoda.
Bagaikan terhipnotis Tony langsung menuruti kemauan Lisa untuk menemaninya. Berjalan dibelakangnya sambil menatap bongkahan pantat sexy yang sangat mengiurkan.
Sekitar 10 menit Tony menunggu didepan pintu kamar kecil. Akhirnya lisa keluar dengan kemeja yang telah dikeluarkan dari pinggangnya.
“kok lama banget sih, kalau cewek kencing itu memangnya lama yah… ngapain aja sih kalau cewek itu didalam kamar kecil sama segitu lamanya…” tanya Tony memancing pembicaraan.
“Ih… kamu mau tau saja. Kenapa gak masuk aja tadi sekalian liat aku lagi ngapain didalam sana…” ujar Lisa dengan ekspresi menantangnya.
“kamu gak ajak aku masuk sih… aku kan juga mo kencing tadi.” Balasnya.
“Mau kencing atau ngencingin aku… dasar kamu genit.” Ujar Lisa yang mengoda Tony.
Tony tak begitu menghirau omongan Lisa, karena Lisa memang dikenal suka bercanda dan mengoda laki laki dengan penampilannya yang menantang mata yang menatap ke dada dan pantatnya itu. Namun malam ini Lisa lebih berani dan lebih menantang dengan memperlihatkan dadanya yang membusung secara terang terangan.
“Ton…” panggil Lisa yang berdiri di depan meja kerjanya.
“Kenapa” jawab Tony pura pura tak memperhatikan penampilan menantang dari Lisa yang memperlihatkan bongkahan dadanya sengaja di bungkukkan menyentuh meja kerja.
“Dingin dingin gini enaknya ngapain yah… kamu ada usul menarik gak. Mumpung kita berdua nih.”
Serasa serak tenggorokan Tony mendengar pertanyaan Lisa, semakin gugup Tony hingga salah tingkah dalam menjawab pertanyaan Lisa.
“kalau menurut kamu, enaknya kita ngapain.”
“Bagaimana kalau kita sejenak tinggalkan pekerjaan yang menumpuk dimeja, dan saling share tentang kehidupan pribadi kita. Bagaimana???” usul Lisa yang berpindah posisi duduk di sudut meja kerja Tony. Entah sengaja atau tidak dengan duduk di atas meja Tony dan memperlihatkan sepasang paha jenjang mulus putih dan samar samar terlihat celana dalam hitam rendanya yang mengintip malu didalam.
“Ton… boleh aku tanya sesuatu yang sedikit terdengar pribadi ke kamu.”
“Oh silahkan saja, memangnya ada hal apa hingga mau bertanya tentang hal pribadi ke aku.” Ujar Tony yang terlihat mengujur butir2 keringat di dahinya. Ini bukan karena kepanasan namun karena tingkah laku Lisa yang membuat Tony seperti ini.
“Kenapa kamu sepertinya menghindari aku yang sejak dulu mencoba untuk mendekatimu… apakah kamu tidak menyukaiku yang mengagumi kamu…” tanya Lisa langsung.
Semakin gugup Tony jadinya, setelah mendengarkan pernyataan yang jelas keluar dari mulut sensual Lisa yang ternyata selama ini menutup dirinya dari laki laki manapun, karena ia menyukainya.
“Tidak… biasa saja ah. Saya tidak menghindari kamu. Saya hanya tidak suka kalau banyak mata yang selalu memandangimu berjalan saat kau berjalan.”
“Kamu cemburu yah. Kalau laki laki suka melihat cara jalanku di kolidor kantor department ini yah.” Tanya Lisa tersenyum, ternyata Tony cemburu.
“Hahaha… siapa yang cemburu, toh kamu kan bukan pacar aku dan aku juga sebaliknya.” Jawab Tony yang mulai memerah mukanya karena malu tertangkap menatap ke dalam sela rok Lisa yang terbuka itu.
“kamu mau kalau aku minta untuk menjadi pacar aku Ton???” tanya Lisa tiba tiba sambil menahan tubuhnya kebelakang menahan dengan kedua tangannya dimeja kerja Tony.
……………, ………………, Tony hanya terdiam dan pura pura sibuk dengan lembaran lembaran kerja diatas pangkuannya.
“Ton. Jangan kamu perlakukan aku seperti ini, aku mencintaimu dan aku seperti ini juga karena aku persembahkan kepadamu. Bukan untuk laki laki nakal yang suka melihatku, tapi untuk kamu.”
“Ton… lihat kesini… sebagai bukti dari rasa ini. Aku rela kalau kita habiskan malam ini berdua disini. Aku sudah lama butuh belaian tangan tangan perkasamu menjelajahi setiap lekuk tubuhku. Tolong Ton jangan kau hindari aku lagi.” Ujar Lisa sambil mengapai telapak tangan Tony dan menuntunnya masuk ke dalam kemeja dan menjamah buah dadanya yang sedari tadi telah membuat Tony bernafsu.
Lisa membiarkan tangan Tony terus meremas buah dadanya naik turun seirama dengan desahannya. Perlahan Tony semakin masuk ke dalam lembah nikmatnya dunia. Tak dapat dipungkiri olehnya bahwa ia sesungguhnya juga menyukai Lisa, apalagi saat ini hanya ia berdua di ruangan yang dingin dan terjebak antara pekerjaan dan hujan yang deras di luar sana.
“sssshhh… Ton. Jamah aku sepuas dan seluas tanganmu mengapai tubuhku… nikmati aku dan lumatlah tubuhku kedalam genggaman perkasaanmu Ton, berikan aku kepuasan yang selama ini kuimpikan.”
Mendengar desahan itu, Tony semakin meledak nafsu yang terkubur didalam dirinya. Digapai pinggang sintal Lisa dan ditariknya hingga kini lisa duduk di atas pangkuan Tony. Bagaikan seorang anak kecil yang merindukan susu ibunya, Tony semakin buas melahap buah dada Lisa yang semakin mengembang karena nafsu yang sudah meraja.
Dengan lidahnya Tony menari nari diatas puting susu Lisa yang semakin membengkak keras, sesekali di gigit dan dihisap, hingga desahan liar itu pun tak bisa ditahan oleh lisa lagi. Semakin keras hisapan Tony, semakin liar pula desahan yang keluar dari mulut sensual Lisa.
Merasa tak ingin melewatkan sensasi indahnya malam ini bersama pria pujaan hatinya. Lisa menjulurkan tangannya turun menyusup masuk kedalam pinggang Tony yang masih terikat oleh tali pinggang kulit.
“Oh my God… besar sekali.” Terteguh Lisa ketika mendapati besarnya rudal Tony yang masih tersembunyi didalam celana katun. Lisa hanya diam namun tetap menikmati hisapan mulut Tony yang tak henti mengigit buah dadanya hingga tertotol totol merah.
Tiba tiba… Tony membopong tubuh Lisa dan mendudukkannya kembali diatas meja kerjanya. Tanpa banyak berkata kata hanya dengan menatap matanya, Lisa pun tahu apa keinginan Tony selanjutnya. Perlahan Lisa menarik kedua sisi roknya hingga kepinggang dan melebarkan kedua pahanya untuk segera dinikmati oleh Tony.
Diusap usapnya celana dalam Lisa yang kini terpampang di hadapannya, hingga basah oleh cairan nikmat Lisa yang menyerap. Diangkat kedua kaki Lisa hingga mengelantung diatas dengan kedua sepatu hak tinggi hitam yang masih melekat ditelapak kakinya.
Disisipkan telunjuk kanan menyelinap diantara salah satu sisi celana dalam Lisa dan menariknya hingga membuka memperlihatkan belahan indah Vagina yang bau yang sangat merangsang nafsu binatang Tony semakin memuncak.
Tenggelam kepala Tony diantara belahan paha Lisa yang menantang. Perlahan ujung lidah Tony menyentuh dan menyapu seirama di sekitar lipatan yang mengoda. Hingga tersibak sesuatu yang sungguh nikmat diantara belahan vagina yang mengintip malu. dijilat jilat klintoris itu berkali kali, semakin lama semakin bertambah membesar dan merah merekah, tanda bahwa kini diantara rongga vagina Lisa sudah terbanjiri oleh cairan cintanya.
“Ooo… Ton. Nikmatnya, oooo sungguh nikmatnya. Lakukan sesukamu sayang, buat aku semakin gila akan permainan ini.” Ujar Lisa yang tak jelas diantara desahan dan ucapannya. Tangan tangan Lisa semakin liar menjamah kepala Tony dan berusaha memendamkannya lebih dalam ke vaginanya.
Tony tak sungkan sungkan memasukkan jari tengahnya dan mengaduk aduk isi vagina Lisa keluar masuk, hingga semakin cepat dan cepat jari tersebut mengesek setiap rongga vagina Lisa. Seakan secara langsung memberikan sebuah sensasi nikmat yang tak pernah ia dapatkan selama ia melakukan mastrubasi sendiri setiap pagi sebelum ia berangkat kerja.
Satu persatu baju yang melekat pada tubuh mereka dilucuti oleh mereka hingga kini yang terpampang hanyalah dua sosok sepasang anak manusia yang tak tertutupi sehelai benang pun… molek namun dengan tatapan penuh api nafsu yang menjalar disetiap urat nadinya.
Tak menyangka oleh Lisa, seorang laki laki yang terlihat diam ternyata didalam dirinya tersembunyi sebuah keliaran laki laki yang sungguh membuat ia tercengang sekaligus menikmati setiap detail perlakuannya kepada dirinya.
Hingga kini Lisa mau tak mau menuruti permintaan Tony untuk melakukan segala posisi pemanasan yang belum pernah ia saksikan di adegan panas dvd koleksinya.
Mereka melakukan gaya 69 namun bukan seperti hal 69 yang bisa ditonton banyak orang… Lisa harus mengelantung dengan posisi kepala dibawah dan mengoral batang kemaluan Tony dan sebaliknya Tony menjilati vagina Lisa yang sudah sungguh sungguh basah oleh cairan kewanitaannya.
Namun entah mengapa Lisa tak sedikitpun menampilkan penolakan atas semua perlakuan ini, ia malah menikmati setiap lidah rakus Tony yang mengoyak oyak setiap jengkal bibir vaginanya yang sedikit tertumbuhi bulu hitam halus berbentuk V.
Lalu Tony berjalan perlahan lahan mempertahankan posisi pemanasan ini hingga membawa Lisa menuju ke sebuah sofa panjang yang tak jauh darinya.
Perlahan Tony merebahkan tubuh Lisa yang tetap melumat batang kemaluannya, tak henti hentinya Lisa mengoralnya hingga tetes demi tetes liurnya mengalir di selah bibir sensual yang menikmati batang keperkasaan seorang laki laki seperti Tony.
Perlahan Tony meminta lisa untuk mengambil posisi jongkok di bawanya dan dengan tangan perkasanya, Tony mengenggam rambut panjang lisa dan menekan kepala Lisa dan menyuruh mengulangi oral batang kemaluannya kembali.
Bagi Lisa batang kemaluan Tony memang berukuran Jumbo panjangnya sekitar 18 cm dengan diameter 8 cm. Begitu besar begitu memuaskan bagi Lisa yang saat itu sudah terbakar nafsu birahi terpendamnya.
Disodok kuat kuat batang kemaluannya kedalam bibir sensual Lisa, tak perduli lisa menerima sepenuhnya atau tidak, namun Tony tetap memaksa memasukkan seluruh batang kemaluannya, hingga terasa sekali kepala penis Tony menyentuh ujung tenggorokan Lisa dan masuk hingga ke tenggorokannya. Tak heran bila lisa hampir seperti orang muntah muntah saat mengoral batang kemaluan Tony yang besar ukurannya.
Tak lama kemudian didalam mulut lisa terasa diurat urat kemaluan Tony berdenyut denyut dan menyentak, seperti sesuatu akan keluar didalam sana. Lisa berusaha mengangkat kepalanya, namun ternyata berbeda dengan keinginan Tony. Ditahan batang kemaluannya agar tetap didalam mulut lisa dan sesaat kemudian bersamaan dengan mengerangnya Tony bagaikan serigala yang bersahutan di tengah malam, muncrat pula bertubi tubi tembakkan cairan hangat didalam mulut lisa, hingga hampir semua mani Tony masuk tertelan oleh Lisa. Hanya sedikit yang tersisa dan mengalir diselah bibir lisa yang kini telah bebas dari batang kemaluan Tony.
Dengan Tubuh yang hanya tinggal tenaga sisa. Lisa tergulai lemas di antara selangkangan Tony. Namun lain lagi dengan yang dirasakan oleh Tony… Melihat Lisa yang lemas tergulai di kakinya. Tony kembali membopong tubuh sintal itu dan merebahkannya diatas meja kerjanya dan sambil meremas remas batang kemaluannya, Tony membuka lebar kedua kaki Lisa dan di angkat diatas bahunya. Perlahan kepala kemaluannya ia oles oleskan ke bibir kemaluan lisa yang hampir mengering. Perlahan pelan dan pelan, tak terasa bibir kemaluan lisa kembali berkontraksi oleh rangsangan belaian kepala kemaluan Tony yang memancing.
“Uuuh Tooonnn… bentar sayang. Aku capek sekali 30 menit kasih aku waktu untuk memulihkan tenagaku yah…” pinta lisa yang sambil tergulai lemas.
Namun Tony seperti orang kesetanan, ingin sesegera kembali menikmati daerah yang lebih nikmat dibandingkan dengan mulut lisa yang baru saja mengoralnya.
Perlahan Tony menekan kepala kemaluannya yang besar memasuki gerbang vagina lisa, namun itu bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh Tony dengan ukuran batang kemaluannya yang besar, Tony harus sabar dalam menerobos vagina yang sempit itu, meski lisa sesungguhnya tak perawan lagi.
Akhirnya Tony membungkukkan kepalanya dan mendekatkan ke vagina lisa dan meludahi air liurnya ke sisi bibir kemaluan lisa. Kemudian kembali dengan batang kemaluannya Tony mengusap usap bibir vagina lisa berulang ulang, naik turun naik turun.
Perlahan Tony kembali memasukkan batang kemaluannya, sesekali ia melirik ke wajah lisa yang menyeringai menahan nyeri sakit pada bibir vaginanya. Namun Tony tak dapat menahan gejolak birahinya yang telah mengalahkan akal sehatnya. Perlahan 1cm masuk menguat bibir vagina lisa… 3cm… setiap urat urat kemaluan Tony mengesek rongga vagina lisa… dan 6cm… terus masuk dan masuk hingga benar benar terbenam didalam dan tertelan habis oleh vagina lisa…
“Saakkit Ton….” erang lisa yang bersamaan dengan linangan air mata yang mengalir di kedua pipinya. Genggaman kedua tangan yang mencengkram begitu kencang pada lengan Tony, seakan menahan sakit yang tak dapat lagi ia rasakan.
Berjuta sensasi yang sangat berbeda dirasakan oleh Tony. Ketika batang kemaluannya berada sepenuhnya di dalam vagina lisa, terasa seperti remasan demi remasan menyelimuti sekujur kemaluannya. Hangat, basah, nikmat bercampur menjadi satu. Tony memberikan waktu sesaat untuk Lisa dalam menyesuaikan batang kemaluannya yang kini menyumbat penuh divaginanya.
“Masih sakit say…” ujar Tony mencoba mengalihkan rasa sakitnya.
“Hmmm… masih.”
“Boleh aku lanjutkan dan mengantikan sakit itu menjadi rasa yang nikmat…”
“Hmmm… pelan pelan yah, punya kamu besar banget sih.” Ujar lisa dengan linangan air mata yang masih terlihat bercahaya di matanya.
Perlahan Tony menarik pinggulnya keatas, lalu menekannya kembali. Berulang ulang dan berulang ulang. Setiap Tony melakukan gerakan, wajah lisa menyeringai menahan sakit. Akhirnya Tony membisikkan kepada lisa bahwa ia harus menahan sedikit sakit untuk mengapai rasa nikmat yang berjuta juta datang. Lisapun perlahan menganggukkan kepalanya dan memalingkan tatapannya ke kiri bahunya dan….
“Aaaahh… Toooonnnyy.” Erang lisa ketika Tony menarik pinggulnya dan dengan cepat menancapkan kembali batang kemaluannya ke dalam vagina lisa…
Terus menerus memompa lisa dan tak memperdulikan erangan lisa lagi, sakit atau tidak.
10 menit telah berlalu semenjak rasa sakit itu melanda vagina lisa. Samar samar diantara derasnya hujan yang menerpa diluar sana, terdengar erangan erangan yang lebih menyerupai desahan kenikmatan. Desahan itu tak lain dan tak bukan berasal dari bibir lisa yang mengatup ngatup tak henti hentinya.
“Sssshhh… Ton. Sssshhh….”
“Bagaimana sayang. Bagaimana…”
“Tonn… ssshhh… nikkkmaat, enak Ton. Lebih keras lagi Ton, please… Oooo”
Semakin cepat dan bertubi tubi Tony memompa vagina Lisa yang sungguh telah terbuai nikmat itu. Entah sudah berapa kali lisa mengerang panjang yang menandakan saat itu ia mencapai puncak klimaksnya. Namun tidak bagi Tony sang Kuda jantan Mongolia. Ia tetap menancapkan dan memompa lisa berkali kali.
Dalam hati lisa, ia begitu puasnya malam ini berdua dengan Tony dan tersalurkan segala inginnya. Tony begitu kuat dalam mengauli wanita seperti lisa, sekitar 4 jam mereka nonstop bersenggaman dalam derasnya air hujan yang menerpa. Tak perduli kini jarum jam telah menunjukkan jam 1 dini hari, mereka masih saja memadukan cinta kasih mereka meraung silih berganti erang mengerang memenuhi ruangan department tempat kerja mereka.
Hingga akhirnya saat saat yang dinantipun datang, terasa disekujur lapisan kulit kemaluan Tony berdenyut denyut hebat, hingga pada hentakan terakhir sambil memeluk erat tubuh sintak lisa dalam pelukan. Tony mengerang panjang dan memuncratkan cairan maninya berkali kali hingga memenuhi setiap jengkal rongga vagina lisa.
Kini mereka berdua tergulai lemas tak berdaya dengan posisi batang kemaluan Tony yang masih tetap menancap dan sisa sisa mani yang masih tetap keluar dari batang kemaluannya.
Sayup sayup mata Tony membuka kecil dan menatap wajah lisa yang sedang menatapnya sambil memeluk Tony yang masih menindihi tubuh lisa yang telanjang diatas meja kerja Tony yang kini berantakkan tak karuan.
“Terima kasih yah… kamu mau memberikan aku kenikmatan yang belum pernah aku terima…” sapa lisa diselah tatapan sayu Tony.
“Iya… karena mulai saat ini kita adalah sepasang kekasih di satu departement ini…”
“Dan aku akan dengan setia menemani kamu kerja lembur… I love U Ton.” Ujar Lisa sambil mengakhiri kata katanya dengan mengecup lembut kening Tony yang merapat di dadanya.
READ MORE - cerita membuka paha di atas meja kerja

Pelukan Janda Hantu Gerondong.

 
 
READ MORE - Pelukan Janda Hantu Gerondong.

Video Bokep Ngentot Dengan Mahasiswi Hukum

READ MORE - Video Bokep Ngentot Dengan Mahasiswi Hukum

Istri Konglomerat

Aku sedang menyantap makan siang di sebuah cafe yang terletak di lantai dasar gedung kantorku. Hari itu aku ditemani Pak Erwan, manajer IT perusahaanku dan Lia, sekretarisku. Biasanya aku makan siang hanya dengan Lia, sekretarisku, untuk kemudian dilanjutkan dengan acara bobo siang sejenak sebelum kembali lagi ke kantor. Tetapi hari itu sebelum aku pergi, Pak Erwan ingin bertemu untuk membicarakan proyek komputerisasi, sehingga aku ajak saja dia untuk bergabung menemaniku makan siang.
Aku dan Pak Erwan berbincang-bincang mengenai proyek implementasi software dan juga tambahan hardware yang diperlukan. Memang perusahaanku sedang ingin mengganti sistem yang lama, yang sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan yang terus berkembang. Sedangkan Lia sibuk mencatat pembicaraan kita berdua.
Sedang asyik-asyiknya menyantap steak yang kupesan, tiba-tiba HPku berbunyi. Kulihat caller idnya.. Dari Santi.
“Hallo Pak Robert. Kapan nih kesini lagi” suara merdu terdengar diseberang sana.
“Oh iya. Nanti sebentar lagi saya ke sana. Saya sedang makan siang nih. Bapak tunggu sebentar ya” jawabku.
“He.. He.. Sedang nggak bisa ngomong ya Pak” Santi menggoda.
“Betul Pak.. OK sampai ketemu sebentar lagi ya” kataku sambil menutup pembicaraan.
“Dari klien” kataku.
Aku sangat hati-hati tidak mau affairku dengan Santi tercium oleh mereka. Hal ini mengingat Pak Arief, suami Santi, adalah manajer keuangan di kantorku. Kebetulan Pak Arief ini sedang aku kirim training ke Singapore, sehingga aku bisa leluasa menikmati istrinya.
Seusai menikmati makan siang, aku berkata pada Lia bahwa aku akan langsung menuju tempat klienku. Seperti biasa, aku minta supaya aku tidak diganggu kecuali kalau ada emergency. Kamipun berpisah.. Mereka kembali ke lantai atas untuk bekerja, sedangkan aku langsung menuju tempat parkir untuk berangkat mengerjai istri orang he.. He..
Setelah kesal karena terjebak macet, sampai jugalah aku di rumah Santi. Hari sudah menjelang sore. Bayangkan saja, sudah beberapa jam aku di jalan tadi. Segera kuparkirkan Mercy silver metalik kesayanganku, dan memencet bel rumahnya. Santi sendiri yang membukakan pintu. Dia tersenyum gembira melihat kedatanganku.
“Aih.. Pak Robert kok lama sih” katanya.
“Iya.. Tadi macet total tuh.. Rumah kamu sih jauh.. Mungkin di peta juga nggak ada” candaku.
“Bisa aja Pak Robert..” jawab Santi sambil tertawa kecil.
Dia tampak cantik dengan baju “you can see” nya yang memperlihatkan lengannya yang mulus. Buah dadanya tampak semakin padat dibalik bajunya. Mungkin karena sudah beberapa hari ini aku remas dan hisap sementara suaminya aku “asingkan” di negeri tetangga.
Kamipun masuk ke dalam rumah dan aku langsung duduk di sofa ruang keluarganya. Santi menyuguhkan orange juice untuk menghilangkan dahagaku. Nikmat sekali meminum orange juice itu setelah lelah terjebak macet tadi. Dahagakupun langsung hilang, tetapi setelah melihat Santi yang cantik, dahagaku yang lainpun muncul. Aku masih bernafsu melihat Santi, meskipun telah lima hari berturut-turut aku setubuhi dia.
Kucium bibirnya sambil tanganku mengelus-elus pundaknya. Ketika aku akan membuka bajunya, dia menahanku.
“Pak.. Santi ada hadiah nih untuk bapak”
“Apaan nih?” jawabku senang.
“Ini ada teman Santi yang mau kenal sama bapak. Orangnya cantik banget.”
Lalu dia bercerita kalau dia berkenalan dengan seorang wanita, Susan, saat dia sedang berolahraga di gym. Setelah mulai akrab, merekapun bercerita mengenai kehidupan seks mereka. Singkat cerita, Susan menawarkan untuk berpesta seks sambil bertukar pasangan di rumah mereka.
“Dia ingin coba ini bapak. Katanya belum pernah lihat yang sebesar punya Pak Robert” kata Santi sambil meraba-raba kemaluanku.
“Saya sih OK saja” jawabku riang.
“Oh ya.. Nanti pura-pura saja Pak Robert suamiku” kata Santi sambil pamit untuk menelpon kenalan barunya itu.
Aku dan Santi kemudian meluncur menuju rumah Susan di kawasan Kemang. Untung jalanan Jakarta sudah agak lengang. Tak lama kamipun sampai di rumahnya yang luas. Seorang satpam tampak membukakan pintu garasi. Santipun menjelaskan kalau kami sudah ada janji dengan majikannya. Susan menyambut kami dengan ramah.
“Ini perkenalkan suami saya”
Seorang laki-laki paruh baya dengan kepala agak botak memperkenalkan diri. Namanya Harry, seorang pengusaha properti yang sukses. Santipun memperkenalkan diriku pada mereka.
Aku kagum pada rumah mereka yang sangat luas. Dengan perabot-perabot yang mahal, juga koleksi lukisan-lukisan pelukis terkenal yang tergantung di dinding. Bayangkan saja betapa kayanya mereka, karena orang sekelas aku saja kagum melihat rumahnya yang sangat wah itu.
Tetapi aku lebih kagum melihat Susan. Wanita ini memang cantik sekali. Terutama kulitnya yang putih dan mulus sekali. Ibaratnya kalau dihinggapi nyamuk, si nyamuk akan jatuh tergelincir. Disamping itu bodynya tampak seksi sekali dengan buah dada yang besar dan bentuk tubuh yang padat. Sekilas mengingatkan aku pada bintang film panas di jaman tahun 80-an.. Entah siapa namanya itu.
Merekapun menyuguhkan makan malam. Kamipun bercerita basa-basi ngalor ngidul sambil menikmati hidangan yang disediakan. Ditengah makan malam itu, Santi pamit untuk ke toilet. Dengan matanya dia mengajakku untuk mengikuti dia.
“Pak, habis ini pulang aja yuk” kata Santi berbisik perlahan setelah keluar dari ruang makan.
“Kenapa?” tanyaku.
“Habisnya Santi nggak nafsu lihat Pak Harry itu. Sudah tua, botak, perutnya buncit lagi”.
Aku tertawa geli dalam hati. Tetapi aku tentu saja tidak menyetujui permintaan Santi. Aku sudah ingin menikmati istri Pak Harry yang cantik sekali seperti boneka itu. Kupaksa saja Santi untuk kembali ke ruang makan.
Setelah makan, kamipun ke ruang keluarga sambil nonton video porno untuk membangkitkan gairah kami. Tak lama, seorang gadis pembantu kecil datang untuk menyuguhkan buah-buahan. Tetapi mungkin karena kaget melihat adegan di layar TV home theater itu, tanpa sengaja dia menjatuhkan gelas kristal sehingga pecah berkeping-keping. Kulihat tampak Susan melotot memarahi pembantunya itu, sedangkan si pembantu kecil itu tampak ketakutan sambil meminta maaf berkali-kali.
Adegan di TV tampak semakin hot saja. Tampak Pak Harry mulai mengerayangi tubuh Santi di sofa seberang. Sedangkan Santi tampak ogah-ogahan melayaninya.
“Sebentar Pak.. Santi mau lihat filmnya dulu”
Aku tersenyum mendengar alasan Santi ini. Sementara itu Susan minta ijin ke dapur sebentar. Akupun mencoba menikmati adegan di layar TV. Meskipun sebenarnya aku tidak perlu lihat yang seperti ini, mengingat tubuh Susan sudah sangat mengundang gairahku. Tak lama akupun merasa ingin buang air kecil, sehingga akupun pamitan ke belakang.
Setelah dari toilet, aku berjalan melintasi dapur untuk kembali ke ruang keluarga. Kulihat di dalam, Susan sedang berkacak pinggang memarahi gadis kecil pembantunya tadi.
“Ampun non.. Sri nggak sengaja” si gadis kecil memohon belas kasihan pada majikannya, Susan yang cantik itu.
“Nggak sengaja nggak sengaja. Enak saja kamu bicara ya. Itu gelas harganya lebih dari setahun gaji kamu tahu!!” bentak Susan.
“Gajimu aku potong. Biar tau rasa kamu..”
Si gadis kecil itu terdiam sambil terisak-isak. Sementara wajah Susan menampakkan kepuasan setelah mendamprat pembantunya habis-habisan. Mungkin betul kata orang, kalau wanita kurang dapat menyalurkan hasrat seksualnya, cenderung menjadi pemarah. Melihat adegan itu, aku kasihan juga melihat si gadis pembantu itu. Tetapi entah mengapa justru hasrat birahiku semakin timbul melihat Susan yang sepertinya lemah lembut dapat bersikap galak seperti itu.
“Dasar bedinde.. Verveillen!!” Susan masih terus berkacak pinggang memaki-maki pembantunya. Dengan tubuh yang putih bersih dan tinggi, kontras sekali melihat Susan berdiri di depan pembantunya yang kecil dan hitam.
“Ampun non.. Nggak akan lagi non..”
“Oh Pak Robert..” kata Susan ketika sadar aku berada di pintu dapur. Diturunkannya tangan dari pinggangnya dan beranjak ke arahku.
“Sedang sibuk ya?” godaku.
“Iya nih sedang kasih pelajaran ik punya pembantu” jawabnya sambil tersenyum manis.
“Yuk kita kembali” lanjutnya.
Kamipun kembali ke ruang keluarga. Kulihat Santi masih menonton adegan di layar sementara Pak Harry mengelus-elus pahanya. Aku dan Susanpun langsung berciuman begitu duduk di sofa. Aku melakukan “french kiss” dan Susanpun menyambut penuh gairah.
Kutelusuri lehernya yang jenjang sambil tanganku meremas buah dadanya yang membusung padat. Susanpun melenguh kenikmatan. Tangannya meremas-remas kemaluanku. Dia kemudian jongkok di depanku yang masih duduk di sofa, sambil membuka celanaku. Celana dalamku dielusnya perlahan sambil menatapku menggoda. Kemudian disibakkannya celana dalamku ke samping sehingga kemaluankupun mencuat keluar.
“Oh..my god.. Bener kata Santi.. Very big.. I like it..” katanya sambil menjilat kepala kemaluanku.
Kemudian dibukanya celana dalamku, sehingga kemaluankupun bebas tanpa ada penghalang sedikitpun di depan wajahnya. Dielus-elusnya seluruh kemaluan termasuk buah zakarku dengan tangannya yang halus. Tingkah lakunya seperti anak kecil yang baru mendapat mainan baru.
Kemaluankupun mulai dihisap mulut Susan dengan rakus. Sambil mengulum dan menjilati kemaluanku, Susan mengerang,emmhh.. emhh, seperti seseorang yang sedang memakan sesuatu yang sangat nikmat. Kuelus-elus rambutnya yang hitam dan diikat ke belakang itu.
Sambil menikmati permainan oral Susan, kulihat suaminya sedang mendapat handjob dari Santi. Tampak Santi mengocok kemaluan Pak Harry dengan cepat, dan tak lama terdengar erangan nikmat Pak Harry saat dia mencapai orgasmenya. Santipun kemudian meninggalkan Pak Harry, mungkin dia pergi ke toilet untuk membersihkan tangannya.
Sementara itu Susan masih dengan bernafsu menikmati kemaluanku yang besar. Memang kalau kubandingkan dengan kemaluan suaminya, ukurannya jauh berbeda. Apalagi setelah dia mengalami orgasme, tampak kemaluan Pak Harry sangat kecil dan tertutup oleh lemak perutnya yang buncit itu. Tak heran bila istrinya sangat menikmati kemaluanku.
Tak lama Santipun kembali muncul di ruang itu, dan menghampiriku. Susan masih berjongkok di depanku sambil mempermainkan lidahnya di batang kemaluanku. Santi duduk di sampingku dan mulai menciumiku. Dibukanya bajuku dan puting dadakupun dihisapnya. Nikmat sekali rasanya dihisap oleh dua wanita cantik istri orang ini. Seorang di atas yang lainnya di bawah. Sementara Pak Harry tampak menikmati pemandangan ini sambil berusaha membangkitkan kembali senjatanya yang sudah loyo.
Kuangkat baju Santi dan juga BHnya, sehingga buah dadanya menantang di depan wajahku. Langsung kuhisap dan kujilati putingnya. Sementara tanganku yang satu meremas buah dadanya yang lain. Sementara Susan masih mengulum dan menjilati kemaluanku.
Setelah puas bermain dengan kemaluanku, Susan kemudian berdiri. Dia kemudian melepaskan pakaiannya hingga hanya kalung berlian dan hak tingginya saja yang masih melekat di tubuhnya. Buah dadanya besar dan padat menjulang, dengan puting yang kecil berwarna merah muda. Aku terkagum dibuatnya, sehingga kuhentikan kegiatanku menghisapi buah dada Santi. Susan kemudian menghampiriku dan kamipun berciuman kembali dengan bergairah.
“Ayo isap susu ik ” pintanya sambil menyorongkan buah dada sebelah kanannya ke mulutku. Tak perlu dikomando lagi langsung kuterkam buah dadanya yang kenyal itu. Kuremas, kuhisap dan kujilati sepuasnya. Susanpun mengerang kenikmatan.
Setelah itu, dia kembali berdiri dan kemudian berbalik membelakangiku. Diapun jongkok sambil mengarahkan kemaluanku ke dalam vaginanya yang berambut tipis itu. Kamipun bersetubuh dengan tubuhnya duduk di atas kemaluanku menghadap suaminya yang masih berusaha membangunkan perkakasnya kembali. Kutarik tubuhnya agak kebelakang sehingga aku dapat menciumi kembali bibirnya dan wajahnya yang cantik itu.
“Eh.. Eh.. Eh..” dengus Susan setiap kali aku menyodokkan kemaluanku ke dalam vaginanya. Aku terus menyetubuhinya sambil meremas-remas buah dadanya dan sesekali menjilati dan menciumi pundaknya yang mulus.
Sementara itu Santi bersimpuh di ujung sofa sambil meraba-raba buah zakarku, sementara aku sedang menyetubuhi Susan. Terkadang dikeluarkannya kemaluanku dari vagina Susan untuk kemudian dikulumnya. Setelah itu Santi memasukkan kembali kemaluanku ke dalam liang surga Susan.
Setelah beberapa menit, aku berdiri dan kuminta Susan untuk menungging di sofa. Aku ingin menggenjot dia dari belakang. Kusetubuhi dia “doggy-style” sampai kalung berlian dan buah dadanya yang besar bergoyang-goyang menggemaskan. Kadang kukeluarkan kemaluanku dan kusodorkan ke mulut Santi yang dengan lahap menjilati dan mengulumnya. Benar-benar nikmat rasanya menyetubuhi dua wanita cantik ini.
“Ahh.. Yes.. Yes.. Aha.. Aha.. That’s right.. Aha.. Aha..” begitu erangan Susan menahan rasa nikmat yang menjalari tubuhnya. Hal itu menambah suasana erotis di ruangan itu.
Sementara Pak Harry rupanya telah berhasil membangunkan senjatanya. Dihampirinya Santi dan ditariknya menuju sofa yang lain di ruangan itu. Santipun mau tak mau mengikuti kemauannya. Memang sudah perjanjian bahwa aku bisa menikmati istrinya sedangkan Pak Harry bisa menikmati “istriku”.
Sementara itu, aku masih menggenjot Susan secara doggy-style. Sesekali kuremas buah dadanya yang berayun-ayun akibat dorongan tubuhku. Kulihat Pak Harry tampak bernafsu sekali menyetubuhi Santi dengan gaya missionary. Tak beberapa lama kudengar erangan Pak Harry. Rupanya dia sudah mencapai orgasme yang kedua kalinya.
Santipun tampak kembali pergi meninggalkan ruangan. Sementara aku masih menyetubuhi Susan dari belakang sambil berkacak pinggang. Setelah itu kubalikkan badannya dan kusetubuhi dia lagi, kali ini dari depan. Sesekali kuciumi wajah dan buah dadanya, sambil terus kugenjot vaginanya yang sempit itu.
“Ohh.. Aha.. Aha.. Ohh god.. I love your big cock..” Susan terus meracau kenikmatan.
Tak lamapun tubuhnya mengejang dan dia menjerit melepaskan segala beban birahinya. Akupun sudah hampir orgasme. Aku berdiri di depannya dan kusuruh dia menghisap kemaluanku kembali. Sementara, aku lirik ke arah Pak Harry, dia sedang memperhatikan istrinya mengulumi kemaluanku. Kuremas rambut Susan dengan tangan kiriku, dan aku berkacak pinggang dengan tangan kananku.
Tak lama akupun menyemburkan cairan ejakulasiku ke mulut Susan. Diapun menelan spermaku itu, walaupun sebagian menetes mengenai kalung berliannya. Diapun menjilati bersih kemaluanku.
“Thanks Robert.. I really enjoyed it” katanya sambil membersihkan bekas spermaku di dadanya.
“No problem Susan.. I enjoyed it too.. Very much” balasku.
Setelah itu, kamipun kembali mengobrol beberapa saat sambil menikmati desert yang disediakan. Kamipun berjanji untuk melakukannya lagi dalam waktu dekat.
Dalam perjalanan pulang, Santi tampak kesal. Dia diam saja di dalam mobil. Akupun tidak begitu menghiraukannya karena aku sangat puas dengan pengalamanku tadi. Akupun bersenandung kecil mengikuti alunan suara Al Jarreau di tape mobilku.
“We’re in this love together..”
“Kenapa sih sayang?” tanyaku ketika kami telah sampai di depan rumahnya.
“Pokoknya Santi nggak mau lagi deh” katanya.
“Habis Santi nggak suka sama Pak Harry. Udah gitu mainnya cepet banget. Santi nanggung nih.”
Akupun tertawa geli mendengarnya.
“Kok ketawa sih Pak Robert.. Ayo.. Tolongin Santi dong.. Santi belum puas.. Tadi Santi horny banget lihat bapak sama Susan make love” rengeknya.
“Wah sudah malam nih.. Besok aja ya.. Lagian saya ada janji sama orang”.
“Ah.. Pak Robert jahat..” kata Santi merengut manja.
“Besok khan masih ada sayang” hiburku.
“Tapi janji besok datang ya..” rengeknya lagi saat keluar dari mobilku.
“OK so pasti deh.. Bye”
Sebenarnya aku tidak ada janji dengan siapa-siapa lagi malam itu. Hanya saja aku segan memakai Santi setelah dia disetubuhi Pak Harry tadi. Setidak-tidaknya dia harus bersih-bersih dulu.. He.. He.. Mungkin besok pagi saja aku akan menikmatinya kembali, karena Pak Arief toh masih beberapa hari lagi di luar negeri.
Kukebut mobilku mengarungi jalan tol di dalam kota. Semoga saja aku masih dapat melihat film bagus tayangan HBO di TV nanti.
READ MORE - Istri Konglomerat

Bercinta Berempat

Cerita ini berawal dari perkenalanku dengan seorang wanita karir, yang entah bagaimana ceritanya wanita karir tersebut mengetahui nomor kantorku.
Siang itu disaat aku hendak makan siang tiba-tiba telepon lineku berbunyi dan ternyata operator memberitau saya kalau ada telepon dari seorag wanita yang engak mau menyebutkan namanya dan setelah kau angkat.
“Hallo, selamat siang joko,” suara wanita yang sangat manja terdengar. “Helo juga, siapa ya ini?” tanyaku serius. “Namaku Karina,” kata wanita tersebut mengenalkan diri. “Maaf, Mbak Karina tahu nomor telepon kantor saya dari mana?” tanyaku menyelidiki. “Oya, aku temannya Yanti dan dari dia aku dapat nomor kamu,” jelasnya. “Ooo… Yanti,” kataku datar.
Aku mengingat kisahku, sebelumnya yang berjudul empat lawan satu. Yanti adalah seorang wanita karir yang juga ‘mewarnai’ kehidupan sex aku.
“Gimana kabarnya Yanti dan dimana sekarang dia tinggal?” tanyaku. “Baik, sekarang dia tinggal di Surabaya, dia titip salam kangen sama kamu,” jelas Karina.
Sekitar 10 menit, kami berdua mengobrol layaknya orang sudah kenal lama. Suara Karina yang lembut dan manja, membuat aku menerka-nerka bagaimana bentuk fisiknya dari wanita tersebut. Saat aku membayangkan bentuk fisiknya, Karina membuyarkan lamunanku.
“Hallo… Joko, kamu masih disitu?” tanya Karina. “Iya… Iya Mbak… ” kataku gugup. “Hayo mikirin siapa, lagi mikirin Yanti yaa?” tanyanya menggodaku. “Nggak kok, malahan mikirin Mbak Karina tuh,” celetukku. “Masa sih… Aku jadi GR deh” dengan nada yang sangat menggoda. “Joko, boleh nggak aku bertemu dengan kamu?” tanya Karina. “Boleh aja Mbak… Bahkan aku senang bisa bertemu dengan kamu,” jawabanku semangat “Oke deh, kita ketemuan dimana nih?” tanyanya semangat. “Terserah Mbak deh, Joko sih ngikut aja?” jawabku pasrah. “Oke deh, nanti sore aku tunggu kamu di Mc. Donald plasa senayan,” katanya. “Oke, sampai nanti joko… Aku tunggu kamu jam 18.30,” sambil berkata demikian, aku pun langsung menutup teleponku.
Aku segera meluncur ke kantin untuk makan siang yang sempat tertunda itu. Sambil membayangkan kembali gimana wajah wanita yang barusan saja menelpon aku. Setelah aku selesai makan aku pun langsung segera balik ke kantor untuk melakukan aktivitas selanjutnya.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, tiba saatnya aku pulang kantor dan aku segera meluncur ke plasa senayan. Sebelumnya prepare dikantor, aku mandi dan membersihkan diri setelah seharian aku bekerja. Untuk perlengkapan mandi, aku sengaja membelinya dikantin karena aku nggak mau ketemu wanita dengan tanpak kotor dan bau badan, kan aku menjadi nggak pede dengan hal seperti itu.
Tiba di Plasa Senayan, aku segera memarkirkan mobil kijangku dilantai dasar. Jam menunjukkan pukul 18.15. Aku segera menuju ke MC. Donald seperti yang dikatakan Karina. Aku segera mengambil tempat duduk disisi pagar jalan, sehingga aku bisa melihat orang lalu lalang diarea pertokaan tersebut.
Saat mataku melihat situasi sekelilingku, bola mataku berhenti pada seorang wanita setengan baya yang duduk sendirian. Menurut perkiraanku, wanita ini berumur sekitar 32 tahun. Wajahnya yang lumayan putih dan juga cantik, membuat aku tertegun, nataku yang nakal, berusaha menjelajahi pemadangan yang indah dipandang yang sangat menggiurkan apa lagi abgian depan yang sangat menonjol itu. Kakinya yang jenjang, ditambah dengan belahan pahanya yang putih dan juga montok dibalik rok mininya, membuat aku semakin gemas. Dalam hatiku, wah betapa bahagianya diriku bila yang aku lihat itu adalah orang yang menghubungiku tadi siang dan aku lebih bahagia lagi bila dapat merasakan tubuhnya yang indah itu.
Tiba-tiba wanita itu berdiri dan menghampiri tempat dudukku. Dadaku berdetuk kencang ketika dia benar-benar mengambil tempat duduk semeja dengan aku.
“Maaf apakah kamu Joko?” tanyanya sambil menatapku. “Iy… Iyaa… Kamu pasti Karina,” tanyaku balik sambil berdiri dan mengulurkan tanganku.
Jarinya yang lentik menyetuh tanganku untuk bersalaman dan darahku terasa mendesr ketika tangannya yang lembut dan juga halus meremas tangaku dengan penuh perasaan.
“Silahkan duduk Karina,” kataku sambil menarik satu kursi di depanku. “Terima kasih,” kata Karina sambil tersenyum. “Dari tadi kamu duduk disitu kok nggak langsung kesini aja sih?” tanyaku. “Aku tadi sempat ragu-ragu, apakah kamu memang Joko,” jelasnya. “Aku juga tadi berpikir, apakah wanita yang cantik itu adalah kamu?” kataku sambil tersenyum.
Kami bercerita panjang lebar tentang apapun yang bisa diceritakan, kadang-kadang kami berdua saling bercanda, saling menggoda dan sesekali bicara yang ‘menyerempet’ ke arah sex. Lesung pipinya yang dalam, menambah cantik saja wajahnya yang semakin matang.
Dari pembicaraan tersebut, terungkaplah kalau Karina adalah seorang wanita yang sedang bertugas di Jakarta. Karina adalah seorang pengusaha dan kebetulan selama 4 hari dinas di Jakarta.
“Karin, kamu kenal Yanti dimana?” tanyaku.
Yanti adalah teman chattingku di YM, aku dan Yanti sering online bersama. Dan kami terbuka satu sama lain dalam hal apapun. Begitu juga kisah rumah tangga, bahkan masalah sex sekalipun. Mulutnya yang mungil menjelaskan dengan penuh semangat.
“Emangnya Yanti menikah kapan? Aku kok nggak pernah diberitahu sih,” tanyaku penuh penasaran. “Dia menikah dua minggu yang lalu dan aku nggak tahu kenapa dia nggak mau memberi tahu kamu sebelumnya,” Jawabnya penuh pengertian. “Ooo, begitu… ” kataku sambil manggut-manggut. “Ini adalah hari pertamaku di Jakarta dan aku berencana menginap 4 hari, sampai urusan kantorku selesai,” jelasnya tanpa aku tanya. “Sebenarnya tadi Yanti juga mau dateng tapi berhubung ada acara keluarga jadi kemungkinan dia akan datang besok harinya dia bisa dateng,” jelasnya kembali. “Memangnya Mbak Karina menginap dimana nih?” tanyaku penasaran. “Kebetulan sama kantor sudah dipesankan kamar buat aku di hotel H… “jelasnya. “Mmm, emangnya Mbak sama siapa sih?” tanyaku menyelidik. “Ya sendirilah, Joko… Makanya saat itu aku tanya Yanti,” katanya “Tanya apa?” tanyaku mengejar. “Apakah punya teman yang bisa menemaniku selama aku di Jakarta,” katanya. “Dan dari situlah aku tahu nomor telepon kamu,” lanjutnya.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukan pukul 10.25 wib, dan aku lihat sekelilingku pertokoan mulai sepi karena memang sudah mulai larut malam. Dan toko pun sudah mulai tutup.
“Jok… Kamu mau anter aku balik ke hotel nggak?” tanyanya. “Boleh, masa iya sih aku tega sih biarin kamu balik ke hotel sendirian,” kataku.
Setelah obrolan singkat, kami segera menuju parkiran mobil dan segera meluncur ke hotel H… Yang tidak jauh dari pusat pertokoan Plasa Senayan. Aku dan Karina bergegas menuju lift untuk naik ke lantai 5, dan sesampainya di depan kamarnya, Karina menawarkan aku untuk masuk sejenak. Bau parfum yang mengundang syaraf kelaki-lakianku serasa berontak ketika berjalan dibelakangnya.
Dan ketika aku hendak masuk ternyata ada dua orang wanita yang sedang asyik ngegosip dan mereka pun tersenyum setelah aku masuk kekamarnya. Dalam batinku, aku tenyata dibohongi ternyata dia nggak sendiri. Karina pun memperkenalkan teman-temannya yang cantik dan juga sex yang berbadan tinggi dan juga mempunyai payudara yang besar dia adalah Miranda(36b) sedangkan yang mempunyai badan yang teramat sexy ini dan juga berpayudara yang sama besarnya bernama Dahlia(36b). Dan mereka pun mempersilahkan aku duduk.
Tanpa dikomando lagi mereka pun perlahan-lahan memulai membuka pakaian mereka satu persatu, aku hanya bisa melotot saja tak berkedip sekali pun, tak terasa adik kecilku pun segera bangun dari tidurnya dan segera bangun dan langsung mengeras seketika itu juga. Setelah mereka telanjang bulat terlihatlah pemandangan yang sangat indah sekali dengan payudara yang besar, Karina pun langsung menciumku dengan ganasnya aku sampai nggak bisa bernafas karena serangan yang sangat mendadak itu dan aku mencoba menghentikannya.
Setelah itu dia pun memohon kepadaku agar aku memberikan kenikmatan yang pernah aku berikan sama Yanti dan kawan-kawan. Setelah itu Karina pun langsung menciumku dengan garangnya dan aku pun nggak mau tinggal diam aku pun langsung membalas ciumannya dengan garang pula, lidah kamipun beraduan, aku mulai menghisap lidahnya biar dalam dan juga sebaliknya. Sedangkan Miranda mengulum penisku ke dalam mulutnya, mengocok dimulutnya yang membuat sensasi yang tidak bisa aku ungkapkan tanpa sadar aku pun mendesah.
“Aaahh enak Mir, terus Mir hisap terus, aahh… ”
Sedangkan Dahlia menghisap buah zakarku dengan lembutnya membuat aku semakin nggak tertahankan untuk mengakhiri saja permaianan itu. Aku pun mulai menjilati vagina Karina dengan lembut dan perlahan-lahan biar dia bisa merasakan permaianan yang aku buat. Karina pun menjerit keras sambil berdesis bertanda dia menikmati permainanku itu.
Mirandapun nggak mau kalah dia menghisap payudaranya Karina sedangkan Dahlia mencium bibir Karina agar tidak berteriak ataupun mendesis. Setelah beberapa lama aku menjilati vaginanya terasa badannya mulai menegang dan dia pun mendesah. “Jok… Akuu mauu keeluuarr.”
Nggak beberapa lama keluarlah cairan yang sangat banyak itu akupun langsung menghisapnya sampai bersih tanpa tersisa. Setelah itu aku pun langsung memasukkan penisku ke dalam vagina Karina, perlahan-lahan aku masukkan penisku dan sekali hentakan langsung masuk semua ke dalam vaginanya yang sudah basah itu. Aku pun langsung menggenjotnya dengan sangat perlahan-lahan sambil menikamati sodokan demi sodokan yang aku lakukan dan Karina pun mulai mendesah nggak karuan.
“Aaahh enak Jok, terus Jok, enak Jok, lebih dalam Jok aahh, sstt… ”
Membuat aku bertambah nafsu, goyanganku pun semakin aku percepat dan dia mulai berkicau lagi.
“Aaahh enak Jok, penis kamu enak banget Jok, aahh… ”
Setelah beberapa lama aku mengocok, diapun mulai mengejang yang kedua kalinya akupun semakin mempercepat kocokanku dan tak beberapa lama aku mengocoknya keluarlah cairan dengan sangat derasnya dan terasa sekali mengalir disekitar penisku. Akupun segera mencabut penisku yang masih tegang itu. Miranda segera mengulum penisku yang masih banyak mengalir cairan Karina yang menempel pada penisku, sedangkan Dahlia menghisap vaginanya Karina yang masih keluar dalam vaginanya dengan penuh nafsunya.
Miranda pun mulai mengambil posisi, dia diatas sedangkan aku dibawah. Dituntunnya penisku untuk memasuki vaginanya Miranda dan serentak langsung masuk. Bless… Terasa sekali kehangatan didalam vaginanya Miranda. Dia pun mulai menaik turunkan pantatnya dan disaat seperti itulah dia mulai mempercepat goyangannya yang membuat aku semakin nggak karuan menahan sensasi yang diberikan oleh Miranda.
Dahlia pun mulai menghisap payudara Miranda penuh gairah, sedangkan Karina mencium bibir Miranda dengan garangnya, Miranda mempercepat goyangannya yang membuat aku mendesah.
“Aaahh enak Mir… Terus Mir… Goyang terus Mir… Lebih dalam lagi Mir… Aaahh sstt”
Dan selang beberapa menit aku merasakan penisku mulai berdenyut,
“Mir… Aku… ingiin keeluuaarr”
Seketika itu juga muncratlah air maniku didalam vaginanya, entah berapa kali munceratnya aku nggak tahu karena terlalu nikmatnya dan diapun masih mengoyang semakin cepat. Seketika itu juga tubuhnya mulai menegang dan terasa sekali vaginanya berdenyut dan selang beberapa lama keluarlah cairan yang sangat banyak sekali, aku pun langsung mengeluarkan penisku yang sudah basah kuyup ditimpa cairan cinta. Mereka pun berebutan menjilati sisa-sia cairan yang masih ada dipenisku, Dahlia pun langsung menjilati vaginanya Miranda yang masih mengalir cairan yang masih menetes di vaginanya. Akupun melihat mereka seperti kelaparan yang sedang berebutan makanan, setelah selang beberapa lama aku mulai memeluk Dahlia dan aku pun mulai mencium bibirnya dan mulai turun ke lehernya yang jenjang menjadi sasaranku yang mulai menari-nari diatasnya.
“Ooohh… Joko… Geelli… ” desah Dahlia.
Serangan bibirku semakin menjadi-jadi dilehernya, sehingga dia hanya bisa merem melek mengikuti jilatan lidahku.
Miranda dan Karina mereka asyik berciuman dan saling menjilat payudara mereka. Setelah aku puas dilehernya, aku mulai menurunkan tubuhnya sehingga bibirku sekarang berhadapan dengan 2 buah bukit kembarnya yang masih ketat dan kencang. Aku pun mulai menjilati dan sekali-kali aku gigit puntingnya dengan gigitan kecil yang membuat dia tambah terangsang lagi dan dia medesah.
“Aaahh enak sekali Jok… Terus Jok hisap terus Jok enak Jok aahh sstt… ”
Dahlia pun membalasnya dengan mencium bibirku dengan nafsunya dan setelah itu turun ke pusar dan setelah itu dia mulai mengulum, mengocok, menjilat penisku didalam mulutnya. Setelah dia puas aku kembali menyerangnya langsung ke arah lubang vaginanya yang memerah dan disekelilingi rambut-rambut yang begitu lebat. Aroma wangi dari lubang kewanitaannya, membuat tubuhku berdesis hebat. Tanpa menunggu lama lagi, lidahku langsung aku julurkan kepermukaan bibir vagina.
Tanganku bereaksi untuk menyibak rambut yang tumbuh disekitar selangkangannya untuk memudahkan aksiku menjilati vaginanya.
“Ssstt… Jok… Nikmat sekali… Ughh,” rintihnya.
Tubuhnya menggelinjang, sesekali diangkat menghindari jilatan lidahku diujung clitorisnya. Gerak tubuh Dahlia yang terkadang berputar-putar dan naik turun, membuat lidahku semakin menghujam lebih dalam ke lubang vaginanya.
“Joko… Gila banget lidah kamu… ” rintihnya “Terus… Sayang… Jangan lepaskan… ” pintanya.
Paha Dahlia dibuka lebar sekali sehingga memudahkan lidahku untuk menjilatnya. Dahlia menggigit bibir bawahnya seakan menahan rasa nikmat yang bergejola dihatinya.
“Oohh… Joko, aku nggak tahan… Ugh… ” rintihnya. “Joko cepet masukan penis kamu aku sudah nggak tahan nih,” pintanya.
Perlahan aku angkat kaki kanannya dan aku baringkan ranjang yang empuk itu. Batang kemaluanku sudah mulai mencari lubang kewanitaannya dan sekali hentak.
“Bleest… ” kepala penisku menggoyang vaginanya Dahlia. “Aowww… Gila besar sekali Jok… Punya kamu,” Dahlia merintih.
Gerakan maju mundur pinggulku membuat tubuh Dahlia mengelinjang hebat danm sesekali memutar pinggulnya sehingga menimbulkan kenikmatan yang luar biasa dibatang kemaluanku.
“Joko… Jangan berhenti sayang… Oogghh,” pinta Dahlia.
Dahlia terus menggoyangkan kepalanya kekanan dan kekiri seirama dengan penisku yang menghujam dalam pada lubang kewanitaannya. Sesekali Dahlia membantu pinggulnya untuk berputar-putar.
“Joko… Kamu… Memang… Jagoo… Ooohh,” kepalannya bergerak ke kiri dan ke kanan seperti orang triping.
Beberapa saat kemudian Dahlia seperti orang kesurupan dan ingin memacu birahinya sekencang mungkin. Aku berusaha mempermainkan birahinya, disaat Dahlia semakin liar. Tempo yang semula tinggi dengan spontan aku kurangi sampai seperti gerakan lambat, sehingga centi demi centi batang kemaluanku terasa sekali mengoyang dinding vagina Dahlia.
“Joko… Terus… Sayang… Jangan berhenti… ” Dahlia meminta.
Permainanku benar-benar memancing birahi Dahlia untuk mencapai kepuasan birahinya. Sesaat kemudian, Dahlia benar-benar tidak bisa mengontrol birahinya. Tubuhnya bergerak hebat.
“Joko… Aakuu… Kelluuaarr… Aaakkhh… Goyang sayang,” rintih Dahlia.
Gerakan penisku kubuat patah-patah, sehingga membuat birahi Dahlia semakin tak terkendali.
“Jok… Ooo… Aaammpuunn,” rintihnya panjang.
Bersamaan dengan rintihan tersebut, aku menekan penisku dengan dalam hingga mentok dilangit-langit vagina Dahlia. Aku merasakan semburan cairan membasahi seluruh penisku.
Dahlia yang sudah mendapat kedua orgasmenya, sedangkan aku masih berusaha untuk mencari kepuasan birahiku. Posisi Dahlia, sekarang menungging. Penisku yang masih tertancap pada lubang vaginanya langsung aku hujamkan kembali ke lubang vaginanya Dahlia.
“Ooohh… Joko… Kamu… Memang… Ahli… ” katanya sambil merintih.
Kedua tanganku mencengkeram pinggul Dahlia dan menekan tubuhnya supaya penisku bisa lebih menusuk ke dalam lubang vaginanya.
“Dahlia… Vagina kamu memang enak banget,” pujiku. “Kamu suka minum jamu yaa kok seret?” tanyaku.
Dahlia hanya tersenyum dan kembali memejamkan matanya menikmati tusukan penisku yang tiada hentinya. Batang kemaluanku terasa dipijiti oleh vagina Dahlia dan hal tersebut menimbulkan kenikmatan yang luar biasa. Permainan sexku diterima Dahlia karena ternyata wanita tersebut bisa mengimbangi permainan aku.
Sampai akhirnya aku tidak bisa menahan kenikmatan yang mulai tadi sudah mengoyak birahiku.
“Dahlia… Aku mau… Keluar… “kataku mendesah. “Aku juga sayang… Ooohh… Nikmat terus… Terus… ” Dahlia merintih. “Joko… Keluarin didalam… Aku ingin rasakan semprotan… Kamu… ” pintanya. “Iya sudah… Ooogh… Aaakhh… ” rintihku.
Gerekan maju mundur dibelakang tubuh Dahlia semakin kencang, semakin cepat dan semakin liar. Kami berdua berusaha mencapai puncak bersama-sama.
“Joko… Aku… Aku… Ngaak kkuuaatt… Aaakhh” rintih Dahlia. “Aku juga sudah… Ooogh… Dahh,” aku merintih. “Crut… Crut… Crut… ” spermaku muncrat membanjiri vaginanya Dahlia.
Karena begitu banyak spermaku yang keluar, beberapa tetes sampai keluar dicelah vagina Dahlia. Setelah beberapa saat kemudian Dahlia membalikkan tubuhnya dan berhadapan dengan tubuhku.
“Joko, ternyata Yanti benar, kamu jago banget dalam urusan sex. Kamu memang luar biasa” kata Dahlia merintih. “Biasa aja kok Mbak, aku hanya melakukan sepenuh hatiku saja,” kataku merendah. “Kamu luar biasa… ” Dahlia tidak meneruskan kata-katanya karena bibirnya yang mungil kembali menyerang bibirku yang masih termangu.
Segera aku palingkan wajahku ke arah Karina dan Miranda, ternyata mereka sudah tertidur pulas mungkin karena sudah terlalu lelah, dan akupun tak kuasa menahan lelah dan akhirnya akupun tertidur pulas. Dan setelah 4 jam aku tertidur aku pun terbangun karena ada sesuatu yang sedang mengulum batang kemaluanku dan ternyata Miranda sudah bangun dan aku pun menikmatinya sambil menggigit bibir bawahku. Dan kuraih tubuhnya dan kucium bibirnya penuh dengan gairah dan akhirnya kami pun mengulang kembali sampai besok harinya. Dengan terpaksa aku menginap karena pertarunganku dengan mereka semakin seru aja.
Ketika pagi telah tiba akupun langsung ke kamar mandi di ikuti oleh mereka dan akupun mandi bareng dan permainan dimulai kembali didetik-detik ronde terakhir. Tanpa terasa kami berempat sudah naik didalam bathup, kami mandi bersama. Guyuran air dipancurkan shower membuat tubuh mereka yang molek bersinar diterpa cahaya lampu yang dipancarkan ke seluruh ruangan tersebut. Dengan halus, mereka menuangkan sabun cair dari perlengkapan bag shop punya mereka. Aku mengosok keseluruh tubuh mereka satu persatu, sesekali jariku yang nakal memilih punting mereka.
“Ughh… Joko… ” mereka merintih dan bergerak saat aku permainkan puntignya yang memerah.
Sebelum aku meinggalkan mereka, kami berempat berburu kenikmatan. Dan entah sudah berapa kali mereka yang sedang membutuhkan kehangatan mendapatkan orgasme. Kami memburu kenikmatan berkali-kali, kami berempat memburu birahinya yang tidak kenyang.
Sampai akhirnya waktu menunjukkan pukul 08.00 wib, dimana aku harus berangkat kerja dan pada jam seperti ini jalanan macet akupun mempercepat jalannya agar tidak terkena macet yang berkepanjangan. Aku meninggalkan Hotel H… Sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang sudah ditinggalkan oleh permainan tadi.
READ MORE - Bercinta Berempat

Am I A Gay?

Aku adalah seorang remaja SLTA tahun terakhir. Seperti remaja pada umumnya, aku adalah remaja yang cukup gaul dan senang bercanda. Apakah itu dengan teman-teman cewek dan juga teman-teman cowok. Oh, ya. Selain itu juga, aku termasuk salah satu dari 3 anak terpintar dikelas yang selalu memperebutkan ranking 1 sampai 3 dengan 2 orang temanku yang lainnya. Aku mempunyai orang tua yang cukup mampu untuk mendukung hidupku hingga aku mandiri nantinya. Well, benar-benar suatu gambaran kehidupanku yang sempurna, kan?
Namun, pada saat-saat terakhirku di SLTA itulah yang menjadi awal dari segala pengetahuanku yang menyeluruh mengenai diriku sendiri. Bahwa diantara kesemua kebahagiaan dan kepintaran dan kekayaan yang kumiliki, masih ada sesuatu yang menjadi kekurangan dalam hidupku. Yaitu bahwa aku tidak mempunyai pacar. Sebenarnya sangat sederhana malah.
Jika diceritakan, aku cukup populer di SLTA-ku karena aku termasuk murid kesayangan guru-guru dan bahkan Kepsek SLTA-ku. Banyak yang tahu bahwa aku anak orang yang cukup kaya yang tidak sombong, pintar dan kocak. Dan karenanya, banyak diantara mereka yang mengenalku, khususnya para cewek, menginginkan menjadi pacarku. Kurang apa lagi?
Disitulah, perlahan namun pasti, aku sedikit demi sedikit memahami diriku sendiri. Walaupun banyak dari mereka yang menyatakan cinta, namun semuanya kutolak dengan tegas. Alasannya bahwa mereka adalah teman-temanku, dan aku tidak ingin kehilangan persahabatan hanya karena cinta anak SLTA. Pada awalnya kukira begitu. Dan, yah, mungkin begitulah.
Cerita ini sebenarnya dimulai pada waktu kami semua, para pelajar mengikuti kegiatan extra kurikuler yang diadakan sekolah kami. Pada masa itu kamu semua digembleng dengan berbagai tambahan ilmu yang diperlukan dan juga untuk menjadikan kami sebagai pribadi yang tidak hanya tahu satu hal saja, namun menjadi kreatif dalam berbagai hal dengan pengetahuan yang memadai, tentu saja.
Seorang teman, sebutlah namanya Opay, adalah salah satu temanku (tidak begitu dekat, tapi tetap teman) yang juga mengikuti program tersebut. Dia tinggalnya di satu kota jauhnya dari sekolahku. Jadi pada dasarnya setiap hari sewaktu berangkat sekolah, Opay selalu naik bis setidaknya 20-30 menit untuk sampai ke sekolah. Sementara itu, untuk program extra kurikuler kami yang menuntut semua siswa-siswi yang mengikuti untuk datang setidaknya pukul 05.30 pagi, akan agak menyulitkan baginya. Karena itu seijin dengan ortuku, maka Opay, selama seminggu program extra kurikuler tersebut, menginap di rumahku.
Nah, sebagai tambahan, pada dasarnya aku adalah seorang remaja cowok yang menyukai sesama jenis. Pada awalnya hal ini tidak kusadari walaupun tanda-tandanya telah nampak: senang melihat wajah tampan, tubuh yang fit, pria bertelanjang dada, dan sejenisnya. Hanya karena pada saat itu pengetahuanku mengenai seksologi masih sangat minim, aku menganggapnya sebagai suatu kekaguman akan machoisme.
Kejadiannya dimulai pada hari ketiga saat Opay menginap dirumahku. Hari itu luar biasa panasnya sehingga Opay, yang juga tidur sekamar denganku, dan yang palig parahnya, seranjang denganku (ranjangku ukuran Queen Size) memutuskan untuk tidur hanya menggunakan CD. Oh, ya, aku belum mengatakan bahwa aku sedikit pemalu untuk urusan buka-bukaan bahkan di depan keluargaku sendiri. Jadi bisa dibayangkan apalagi di depan temanku. Walaupun malam itu rasanya luar biasa panas, namun aku tetap menggunakan baju kaos berlengan yang lebih tipis dan celana setengah-panjang yang melewati lutut.
Oh, ya, perlu kutambahkan juga bahwa temanku yang satu ini, yang tinggal di kota sebelah, sebenarnya tinggal di’desa’nya kota tersebut. Keadaan ekonominya juga bisa dikatakan pas-pasan walaupun dia masih membantu pekerjaan orang tuanya. Pekerjaan kasar, tentu saja. Dan karena itu, untuk anak seumurnya yang sudah bekerja sekeras itu, tentu saja secara tidak langsung melatih tubuhnya. Sehingga perawakannya yang tinggi-sedang tampak pas dengan kedua lengannya yang kekar dan bahu yang bidang. Belum lagi dada yang berotot dan perut rata, serta kaki yang kuat. Tambah lagi, wajahnya juga cukup tampan untuk seorang pribumi, wajah persegi dengan rahang yang kokoh, hidung yang agak mancung, dan alis mata tebalnya berpadu dengan matanya yang jernih dan bulu matanya yang panjang dan lentik. Bisa dibayangkan?
Hasilnya, malam itu aku sulit untuk tidur. Gelisah. Karena setidaknya ada perasaan untuk terus menatap cowok yang tertidur lelap disebelahku ini. Apalagi dengan hanya menggunakan celana dalam dan posisi tidurnya yang sembarangan, banyak yang bisa dilihat. Namun pada akhirnya aku memutuskan untuk membelakanginya daripada aku tidak bisa tidur dan terlambat bangun keesokan paginya.
Tengah malam malam itu, desakan ingin kekamar kecil membuatku terbangun. Masih dengan setengah mengantuk setengah sadar, aku berjalan sempoyongan ke kamar mandi yang ada di dalam kamarku. Mungkin kata cukup mampu agak sedikit merendah jika dilihat dengan adanya kamar mandi pribadi di setiap kamar, apalagi kamarku ada di lantai 2. Aku tidak menyadari bahwa pintunya tidak tertutup dan dari celah pintu itu terlihat cahaya lampu yang dinyalakan, yang berarti ada orang didalamnya.
Aku langsung masuk menerobos kedalam. Dan dalam keadaanku yang setengah mengantuk, langsung terkesiap sadar saat melihat Opay dalam keadaan telanjang berhadapan denganku. Kedua tangannya berada pada kejantanannya yang berdiri tegak. Saat itu erangan nikmatnya berubah menjadi kata ‘oh’ pelan. Pemandangan yang mengejutkan itu membuatku tidak bisa berkata apapun. Aku langsung membalikkan badanku dan kembali berbaring ke atas tempat tidur. Aku merasakan wajahku memanas. Pikiranku dipenuhi dengan sosok tubuhnya yang tegap dan berisi, kejantanannya yang besar sedang berdiri tegak, erangannya yang penuh kenikmatan.
Aku mendengarnya kembali ke tempat tidur beberapa saat kemudian. Aku sengaja membelakanginya supaya aku tidak perlu melihat wajahnya dan dia tidak perlu melihat wajahku. Aku tahu dia sedang melakukan sesuatu dan sepertinya itu memalukan dan bahwa kedatanganku mengganggunya. (Aku pada saat itu tidak tahu tentang masturbasi dan pengetahuanku tentang seksologi masih minim sekali, walaupun aku sadar bahwa untuk beberapa lama sekali aku akan terbangun tengah malam dengan keadaan ‘basah’).
Kami terdiam lama sekali. Aku tidak bisa tidur dan aku yakin demikian juga dengan Opay. Aku tetap berkeras untuk pura-pura sudah tidur dan tidak peduli walaupun rasa ingin tahu mulai tumbuh semakin besar di dadaku.
“Wan,” panggilnya pelan.
“Dah tidur?”
“He-eh.” jawabku bodoh, malahan ketahuan bahwa aku belum tidur.
“Eh,” katanya agak kikuk.
“Yang baru jak tuh.. Itu..”
“Aku liat kamu agik kencing, kok.” kataku pura-pura.
“Ngape?”
“Eh, bukan.” katanya malu. Lalu dengan berani Opay berkata, “Aku tok agek onani.”
Akal sehatku menahanku untuk tidak membalikkan badanku menghadap ke arahnya. Namun rasa keingintahuanku yang semakin berontak mengalahkan akal sehatku. Aku membalikkan tubuhku dan menghadap ke arahnya.
“Ngape tuh?”
“Kau ga’ tau ke ape tu onani?” tanya Opay terkejut.
“Tadak.” lalu aku memberanikan diri berkata, “Tapi aku nganggu, ke?” Opay mengangguk.
“Maaf ie..”
“Tadak ngape.” katanya sambil cengengesan.
“Baro jak tengah jalan.”
“Belom abis gek?” tanyaku terkejut.
Lalu kami terdiam agak lama. Tidak tahu harus mengatakan apapun itu. Aku secara tidak sadar melirik selangkangannya. Kejantanannya masih berdiri tegak didalam CD-nya.
“Maseh kepingin onani, ke?”
“He-eh.”
“Ngape ndak ke-WC agek?” tanyaku bodoh.
“Ndak-lah, Wan.” kali ini kelihatannya Opay yang memerah wajahnya.
“Kallak-pun bise.”
Keberanian yang semakin memuncak membuatku berani bertanya, “Ape sih rasenye onani?”
Opay kelihatan kaget.
“Kau ndak pernah?” Aku menggelengkan kepalaku.
“Rasenye..” Opay kelihatan sedang mempertimbangkan jawabannya.
“Nyaman.”
“Nyaman macam mane?”
“Hah?” katanya bodoh.
“Eh,” suaranya jadi ragu-ragu.
“Gimane bilangnye, ye?” Opay terdiam sesaat.
“Cobe jak sorang.”
“Eh,” wajahku langsung terasa panas.
“Nyobe sorang?” kataku gugup.
“Tapi carenye?”
“Kite bedua onani.” Opay beringsut mendekat. Aku bisa merasakan nafasnya di wajahku.
“Kubantu. Akupun kepengen onani. Tadek baro setengah jalan, sih.”
“Eh,” kataku ragu.
“Mo ndak?” katanya dengan suara yang lebih mendesak.
Hanya perlu sedetik yang serasa seabad bagiku untuk mengatakan, “Boleh.”
Opay lalu naik keatas tubuhku. Dengan tangan gemetaran, entah karena gugup atau nafsu, dia membuka celanaku. Dia mengusap-usap bagian kejantananku yang masih tertidur dan yang masih tertutup CD. Perlahan perasaan nikmat menjalar keseluruh tubuhku dan membangkitkan kejantananku. Dia tertawa. Dia lalu membuka CD-ku dan kedua tangannya langsung memegang kejantananku setelah menyingkirkan CD-ku, lalu meremas, menggosok dan memijatnya. Dalam keadaan tegang seperti itu, rasa nikmat dan nyaman yang kurasakan semakin besar. Suara-suara yang belum pernah kudengar oleh telingaku sendiri keluar dari dalam tenggorokanku. Aku memejamkan mataku.
Beberapa saat kemudian aku melihat kebawah saat aku merasakan Opay menempelkan kejantanannya pada kejantananku dan menggunakan kedua tangannya untuk meremas, memijat dan menggosok. Kejantanan kami tidak begitu jauh berbeda dalam ukuran panjang. Tapi dalam ukuran diameter, sepertinya milik Opay sedikit lebih besar. Kami mengerang dan mendesah.
“Nyaman, Pay.” kataku dalam desahanku.
Dia tertawa gugup.
“Nyaman, ke?” Dia melepaskan kejantanannya dari diriku.
Aku melihat cairan bening di ujung kejantananku sendiri.
“Mo yang lebih nyaman agek?” tanyanya. Aku mengangguk.
Sesaat berikutnya, dengan sangat mengejutkanku, Opay memasukkan kejantananku dalam mulutnya, mengulum, menghisap dan menjilat. Tangannya masih bekerja, satu pada kejantananku dan satu lagi pada kedua ‘bola’ku. Ini membuatku sedikit kelojotan. Punggungku melengkung nikmat. Nafasku makin terengah-engah. Kemudian yang kutahu, Opay duduk diatas dadaku dan menyodorkan kejantanannya padaku.
“Mo nyoba, ndak?” kedalaman matanya tidak dapat kuselami.
Anehnya, tanpa rasa kikuk, apalagi geli, aku membiarkan saja kejantanannya dimasukkan kedalam mulutku. Aku meniru sebaik mungkin seperti apa yang sudah dilakukannya padaku. Pinggulnya bergerak dalam satu irama. Makin lama aku merasakan kejantanannya semakin hangat dan berdenyut keras, dan pada akhirnya Opay melenguh nikmat berkepanjangan. Pada saat yang bersamaan sesuatu yang sangat hangat memenuhi mulutku. Tanpa tahu apapun maksudnya itu, aku yang tidak bisa memuntahkannya keluar karena kejantanannya memenuhi mulutku, aku menelannya. Rasa yang aneh, campuran antara aroma yang mentah dan.. Sulit untuk digambarkan.
“Kau telan ke, Wan?” tanya Opay saat dia sudah menarik kejantanannya yang lemas keluar dari mulutku. Aku menggangguk.
Dia tertawa pelan lalu menempelkan bibirnya ke bibirku dan menciumku dengan mesra. Lagi-lagi aku tidak merasa kikuk bahkan geli. Dia lalu mengubah posisi sehingga aku ada di atasnya. Aku dalam posisi merangkak diantara kedua kakinya dengan kejantanan yang masih menegang.
“Dah, abes ke?” tanyaku bingung.
Memang semua yang terjadi terasa nikmat, tapi aku tidak sampai seperti Opay tadi.
“Blom” katanya.
Dia membuat posisi kami berdua sedemikian rupa sehingga mudah untukku menyatukan diri dengannya.
“Masokkan, Wan.”
“Apa?” kataku mengulang tidak percaya, padahal aku mendengarnya dengan jelas.
“Masokkan jak.”
Aku pun menuruti kata-katanya. Setelah beberapa saat mencoba, tubuh kami berdua pun menyatu diiringi dengan desahan nikmat Opay. Dia memintaku untuk menciptakan iramaku sendiri. Dan, langsung saja, kenikmatan yang berkali-kali lipat lebih besar serasa menyengat seluruh tubuhku saat aku mengikuti gerakan iramaku. Aku sempat melihat kejantanan Opay yang menegang kembali sebelum aku memejamkan mata untuk menikmati kenyamananku yang sedang kurasakan.
Seperti minum air laut, makin diminum makin merasa haus, walaupun terasa semakin berat, aku semakin mempercepat iramaku mengikuti naluriku. Opay mendesah dan mengerang tidak keruan. Satu tangannya mneggosok kejantanannya dengan cepat. Sementara semakin cepat aku bergerak, semakin besar rasa nikmat yang menumpuk didalam perutku yang serasa mendesak untuk dilepaskan.
Tidak lama kemudian, kegilaan menyergapku secara mendadak. Aku membuat suara-suara yang mengerikan yang aku sendiri belum pernah mendengarnya. Aku melepaskan tenaga di dalam perutku yang mendesak keluar seiring dengan melambatnya iramaku. Samar-samar aku mendengar Opay mengerang. Aku membuka mataku dan melihat tangannya pada kejantanannya yang sekeras baja, sementara pada ujungnya tersembur cairan putih kental dalam jumlah yang cukup banyak. ‘Itukah yang tadi kutelan?’ tanyaku dalam hati.
Malam itu kami mengulangi hal yang sama sebanyak mungkin yang kami bisa, walaupun pada akhirnya kami terlambat bangun keesokan harinya. Kami terus melakukan hal ini sesering mungkin sesudahnya hingga kami menamatkan SLTA kami dan baginya tidak ada alasan untuk datang kekota karena sekolah kami telah usai. Aku sendiri harus pindah karena orang tuaku akan menguliahkanku di kampus terbaik menurut ukuran saku mereka. Kami masih sempat melakukannya beberapa hari sebelum keberangkatanku sebagai hadiah kenang-kenangan tamat SLTA, begitu katanya.
Namun yang jelas hal itu membekas sangat dalam didalam hatiku. Sepanjang waktu aku selalu mengingatnya sebagai ‘onani berdua dengan teman’, bahkan sampai aku pindah kekota besar tempat aku kuliah nantinya. Dan secara naluriah aku tahu bahwa hal ini bukan hal yang bagus untuk diceritakan karena akan sedikit memalukan.
Dan begitulah awal mulanya. Langkah berikut yang akan kuambil akan merupakan langkah penentu bagiku dan juga hidupku.
READ MORE - Am I A Gay?